Total Pageviews

Saturday, February 8, 2014

Kerajaan Arungkeke

Kerajaan Arungkeke: Kerajaan Kecil Yang Berdaulat


Istilah Turatea, pada awalnya merupakan wilayah yang meliputi Jeneponto dan Takalar. Tapi setelah Pemerintah menerbitkan UU No. 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi selatan, maka pada saat itu Takalar mulai terpisah dari Jeneponto.

Dulu, di Jeneponto setidak-tidaknya ada 4 kerajaan yang pernah eksis. Yaitu kerajaan Binamu, kerajaan Bangkala, kerajaan Tarowang dan kerajaan Arungkeke. Hanya saja yang paling menarik menurut saya dari keempat kerajaan tersebut adalah kerajaan Arungkeke. Di samping karena kerajaan ini menyimpan beragam cerita yang unik, juga karena kerajaan inilah satu-satunya di Jeneponto yang tidak pernah tunduk pada dominasi Kerajaan Gowa dan Bone, dan mampu membentuk kerajaan otonom yang berdiri sendiri.

Meskipun berada dalam lintas politik tiga kerajaan besar di Sulawesi Selatan, yaitu Kerajaan Luwu, Kerajaan Gowa dan Kerajaan Bone, dan juga tiga kerajaan lokal di sekitarnya, yaitu Binamu, Bangkala dan Tarowang. Tapi kerajaan Arungkeke masih tetap memperlihatkan identitas lokalnya yang khas, tanpa menafikan adanya asimilasi ragam budaya antar kerajaan yang juga ikut mewarnai perjalanan panjang kerajaan ini. Bahkan ketika Binamu dijadikan sebagai kerajaan besar, namun Kerajaan Arungkeke tetap berdaulat dan tidak bersedia menjadi naungannya.


Asal Mula Kerajaan Arungkeke
==========================
Sebagaimana halnya kerajaan lainnya yang ada di Sulawesi Selatan, kerajaan Arungkeke juga diyakini bermula dari munculnya sosok wanita cantik dari Kayangan yang bernama Tumanurung. Tumanurung ini yang diberi nama Toalu’ Daeng Taba’, turun di Arungkeke tepatnya di bawah Pohon Asam sambil di ayun oleh pengawal dan budak yang menyertainya.

Konon, Ia berasal dari emas dan semua alat-alat yang dipakainya pun terbuat dari emas. Termasuk baju, mahkota, lesung, alu, perhiasan dan benda-benda lain yang Ia bawa serta. Saat kemunculannya yang tiba-tiba itu, ia membunyikan tumbukan lesung dan alu di bawah pohon asam, sambil di iringi suara gendang/ganrang bulo dan alat musik lainnya.

Oleh karena itu, dari dulu sampai berakhirnya kerajaan ini, setiap kali mengadakan Pallantikang Karaeng, selalu dilakukan di bawah pohon asam sambil di ayun, kemudian memperdengarkan suara tumbukan lesung dan alu (Appadekko), dan suara gendang/ganrang bulo, serta alat musik lainnya yang berusia ratusan tahun. Alat musik ini dikenal dengan nama Ganrang Talluna Arungkeke.

Kemudian, ada pula versi lain dari asal mula kerajaan ini. Katanya, sebenarnya Kerajaan Arungkeke berawal dari larinya Arung Mutara’ Daeng Tabba dari kerajaan Bone, Ia lari dari Bone karena tidak jadi dilantik menjadi Arung Pone. Ia membawa pelayan, prajurit, dan seluruh harta kekayaannya menuju Arungkeke, dan pada akhirnya dijadikan raja oleh rakyatnya. Setelah pelantikannya, ia terpikat dengan salah seorang anak karaeng yang bernama Karaeng Intang. Karaeng Intang inilah yang melahirkan anak dan kelak meneruskan pemerintahan ayahnya sebagai Karaeng Arungkeke.

Tapi versi lain mengatakan, bahwa Arung Mutara’ lari karena ia tidak ingin terlibat peperangan antara Kakaknya Arung Palakka dengan Pamannya Sultan Hasanuddin.

Terlepas dari versi mana yang lebih valid, saya cenderung lebih mengakui bahwa Kerajaan Arungkeke tidak terlepas dari unsur-unsur Bugisnya. Itu dibuktikan dengan nama “Arungkeke” yang berasal dari bahasa Bugis, “Arung” berarti Penguasa/Raja dan “Keke” berarti Kecil. Jadi Arungkeke adalah sebuah kerajaan kecil yang berdaulat dan otonom, berdampingan dengan kerajaan-kerajaan lainnya di Jeneponto.

Arungkeke dan Kerajaan Lainnya 
============================
Di masa lalu, Arungkeke adalah daerah dimana Islam pertama kali disebarkan dan terkenal sebagai Serambi Mekahnya Jeneponto. Arungkeke juga sebuah kerajaan yang besar sama seperti Binamu, Bangkala dan Tarowang. kerajaan ini cukup diperhitungkan kebesarannya dan disegani di daerah Sulawesi Selatan. Adapun wilayah kekuasaannya meliputi Palajau, Bulo-bulo, Arungkeke Tamanroya, Arungkeke Pallantikang, Petang dan satu Kerajaan Palili yaitu Kerajaan Bungeng yang kini menjadi bagian dari Kecamatan Arungkeke.

Arungkeke juga merupakan kerajaan exist di Sulawesi Selatan pada abad ke 17 selain Gowa, Mandar, Sanrobone (Takalar), Bulo-bulo (Sinjai), Binamu (Jeneponto), Suppa, dan Balanipa (Mandar).

Dari zaman dahulu, Arungkeke tidak pernah di perintah oleh kerajaan-kerajaan besar manapun di Jeneponto. Tidak seperti Sidenre dan Togo-Togo yang menjadi palili’/wanua (kerajaan bawahan) Binamu. Oleh karena itu strata kebangsawanan Arungkeke sama dengan kerajaan Binamu, Bangkala dan Tarowang.

Arungkeke dan Kolonial Belanda
============================
Saat Perang Makassar meletus, Arungkeke ikut melawan penjajah Belanda di bawah pimpinan Karaeng Arungkeke ke 12 yaitu Djarigau’ Karaeng Cambang. Ia mengibarkan bendera kerajaan yang bergambar Ratu Pertama Kerajaan Arungkeke, yaitu seorang wanita cantik yang menggunakan lesung dan alu yang terbuat dari Emas. Beliau mengibarkan bendera tersebut, ketika prajuritnya melihat penjajah dan pasukan Bugis di bukit dekat pantai Arungkeke. Bukit itu masih ada sampai sekarang. Dan di waktu perang sedang berkecamuk, rakyat dan Raja Arungkeke ikut dalam peperangan tersebut untuk membantu Gowa.

Dalam Perang Makassar itu juga, Bantaeng dan kerajaan bawahan Arungkeke, serta kerajaan-kerajaan palili’ Gowa yang masih setia, bersatu saling bahu membahu melawan penjajah Belanda dan para sekutunya.

Daftar Nama-Nama yang Pernah Memerintah di Kerajaan Arungkeke
=========================================================
Adapun Raja yang pernah memerintah di Kerajaan Arungkeke adalah sebagai berikut:
•   Ratu/ Karaeng Baine Toalu’Daeng Taba (Tumanurung)
•   Arung Mutara’ Daeng Tabba (asal Bone)
•   Makkumala Daeng Irawa (dari Bantaeng)
•   Daeng Malonjo’ (dari Bantaeng)
•   Daeng Mattinri Karaeng Pakadoa
•   Supanara’ Daeng Nara (Gantarang Kindang Gowa)
•   Mannyaurang Daeng Tau (Anak Raja ke 6)
•   Danta’ Mappasang/Mappa Daeng Pasang Karaeng Toa
•   Pagonra Daeng Momo
•   Sallawa Daeng Sayu Karaeng Assuluka
•   Pattoreang Daeng Kanna
•   Djarigau’ Karaeng Cambang (dari Binamu-Gowa)
•   Makkodo’ Karaeng Bukkuka
•   Kadieng Daeng Maro Karaeng Po’nyayya
•   Jannang Daeng Rara
•   Timung Daeng Mabatu Karaeng Ammadaka
•   Pabeta Daeng Buang Karaeng Tinggia
•   Jannang Daeng Rara
•   Pilla Karaeng Loloa
•   Kadieng Karaeng Caddi
•   Lawing Daeng Palliwang Karaeng Ngilanga
•   Jannang Daeng Maro
•   Kuri Daeng Jalling Karaeng Toaya
•   Mattuppuang Karaeng loloa
•   Tempo Karaeng Gau (Tunijallo Ripassuki)
•   A.Burhan Gassing Karaeng Gassing
•   Mahdi Karaeng Kulle
•   Rudda Karaeng Moke
•   Muh. Yunus Karaeng Nojeng
•   Muh. Sa’ing Karaeng Bulu
•   Pakihi Karaeng Raja
•   M. Jafar Bantang Karaeng Ngawing

Yang pernah dilantik menjadi karaeng Baine antara lain:
•   Karaeng Baineya/ Toalu’ Daeng Taba Karaeng Arungkeke (Tumanurung)
•   Bulang Daeng/Karaeng Romba Karaeng Baineya istri Raja ke 8
•   Condong Daeng/Karaeng Simung Kareng Baineya
•   Kalisong Daeng Datu’ Karaeng Balua Istri Raja 19.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Web Hosting Coupons